Pendidikan memang seharusnya tidak menjadi
barang mewah. Di tengah hiruk-pikuk kegalauan biaya pendidikan, Pemerintah Kota
Surabaya sepenuh hati berusaha memangkas –bahkan menggratiskan – biaya
pendidikan bagi anak-anak Surabaya. Bila sejak tahun 1979 Pemkot berkomitmen
menyekolahkan anak-anak yang kurang mampu lewat Sekolah Terbuka, Pemkot juga
membebaskan murid-murid SMA Negeri dari biaya sekolah per tahun 2011 demi
merealisasikan program SPP gratis 12 tahun. Dan di tahun 2016 ini, Pemkot mulai
menjajal ranah kampus negeri dan lembaga pelatihan untuk memberikan beasiswa
bagi anak-anak Surabaya yang berprestasi dan kurang mampu. Beasiswa perkuliahan
ini ditujukan baik untuk sarjana maupun diploma, sedangkan jurusan yang dituju
adalah kedokteran, S2 kenotariatan, serta pramugari dan pramugara.
Murid-murid Sekolah Terbuka SMPN 19 Surabaya |
Pendidikan
merupakan inti terpenting bagi kemajuan suatu negara. Apalagi, jika pendidikan
yang ditawarkan tak hanya mengenai akademik dan rentetan standar nilai saja,
tetapi juga moral dan keterampilan lainnya. Pendidikan semacam itu bisa didapat
secara cuma-cuma di Sekolah Terbuka. Salah satu sekolah yang sudah 17 tahun
menyandang status tersebut adalah SMP Negeri 19 Surabaya. Ia sekaligus menjadi
induk bagi Sekolah-Sekolah Terbuka lainnya.
“Sekolah
Terbuka adalah program pemerintah, khususnya untuk anak-anak bangsa yang
kebetulan kurang akses ke sekolah. Jadi misalnya kesulitan dana, waktu, sarana
prasarana, dan lain-lain. Itu pemerintah memfasilitasi lewat Sekolah Terbuka
itu. Memang tersebar di seluruh Indonesia. Kemudian, SMPN 19 Surabaya ditunjuk
oleh pemerintah kota sebagai pembina,” jelas Erna Dwi Nastiti, koordinator
Sekolah Terbuka SMP Negeri 19 Surabaya selama lima tahun ini.
Erna Dwi Nastiti, koordinator Sekolah Terbuka SMPN 19 Surabaya. |
Murid-murid
Sekolah Terbuka di SMP Negeri 19 Surabaya ini cukup banyak dengan total delapan
kelas. Masing-masing kelas diisi oleh sekitar 20 siswa. Tidak ada perbedaan
antara fasilitas yang digunakan oleh murid Sekolah Terbuka dengan murid
reguler. Yang membedakan hanyalah murid Sekolah Terbuka memulai jam pelajaran
pada jam 14.00 siang setelah murid reguler selesai, dan berakhir sekitar pukul
17.00 sore.
“Karena
outputnya adalah siswa-siswa Sekolah Terbuka juga harus ikut UNAS, jadi untuk
materi pelajaran sama persis dengan reguler. Pengajarnya juga sama.
Kurikulumnya sama persis, tapi dalam proses belajar mengajar beda, karena ada
keterbatasan waktu. Misalnya reguler pelajaran Bahasa Inggris 4-5 jam, kalau
sekolah terbuka hanya 2 jam,” tuturnya.
Jam
belajar ini ditentukan agar anak-anak yang sekolah sambil bekerja bisa
menyesuaikan waktu mereka. Sebisa mungkin waktu untuk sekolah tidak membebani
mereka dalam menjalani kesehariannya. Selain waktu yang dipermudah, Sekolah
Terbuka juga memberikan peralatan sekolah secara gratis.
“Untuk
biaya sekolahnya gratis. Kemudian topi, seragam, dasi, tas, sepatu, dan
lain-lain juga gratis. Untuk buku bisa meminjam di perpustakaan sekolah.
Semuanya diberikan bantuan oleh Pemkot, jadi anak-anak tinggal sekolah saja.
Sekolah tidak boleh mengambil satu rupiah pun dari bantuan tersebut,” terang
guru Bimbingan Konseling dan Life Skill ini.
Untuk
menjadi siswa dari Sekolah Terbuka, tidak terlalu banyak syarat yang diajukan
dan tanpa seleksi. Kriteria yang disebutkan oleh Erna adalah cukup melihat dari
ekonomi orang tua dan memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan. Siswa
cukup membawa SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), Kartu Keluarga, akte
kelahiran, dan ijazah atau SKHUN.
“Ada
juga keluarga yang kurang beruntung, kemudian ada keinginan untuk sekolah tapi
tidak keterima negeri, misalnya. Dan mau masuk sekolah swasta tidak kuat
menanggung biayanya. Jadi larinya ke SMP terbuka,” katanya.
Siti
Maesaroh, siswi kelas 2 di Sekolah Terbuka SMP Negeri 19 Surabaya ini mengaku
sangat senang dengan adanya sekolah gratis. Ayah Siti bekerja sebagai kuli
bangunan, sedangkan Ibunya sebagai ibu rumah tangga. Apabila menyekolahkan anak
dengan biaya pada umumnya, tentu akan terasa berat bagi mereka.
“Soalnya
ini semua itu gratis. Jadi nggak
terlalu membebani orang tua. Senang banget
sekolah di sini,” jelas gadis pecinta pelajaran Bahasa Indonesia tersebut.
Siti Maesaroh, siswi Sekolah Terbuka. |
Selain pelajaran
biasa, Siti juga senang dengan pelajaran life
skill yang diajarkan oleh Erna. “Bu
Erna sering mengajari kita untuk berjualan, jadi kita ya ada acara khusus
berjualan di sekolah. Aku sendiri pengen
banget punya bisnis. Cita-citaku ingin jadi orang sukses, jadi manajer
perusahaan hijab,” ujarnya sambil tersenyum.
Dengan
keterbatasan ekonomi yang membelit para orang tua, tak sedikit anak yang
terpengaruh oleh kondisi tersebut. Erna pun mengakui beberapa orang tua ada
yang mendukung anaknya untuk bersekolah, tetapi ada juga yang kurang mendukung.
Hal ini akhirnya berdampak pada perilaku anak-anak di sekolah.
“Ya,
mungkin ini pengaruh dari keluarga. Orang tua yang kurang mendukung ya sekolah
terserah, enggak ya terserah. Tapi
juga banyak yang mendukung. Anak-anak yang dapat dukungan dari orang tua inilah
yang sekolahnya bisa bagus. Nah yang tidak, ini juga ekstra, kami sebagai
pendidik harus telaten momong mereka supaya mereka punya kemauan untuk belajar.
Saya selalu memotivasi anak-anak, ‘kalian harus sekolah yang rajin, yang
pinter, yang baik, karena apa? Ini lho kamu tinggal duduk manis, belajar,
kalian bisa sukses. Semuanya sudah disediakan oleh pemkot,’. Ini adalah amanah
kita semua. Siapa lagi yang akan menggendong anak-anak ini kalau bukan kita?”
kata Erna.
Banyak
anak-anak Sekolah Terbuka yang telah merasakan manfaat dari pendidikan. Mereka
berhasil melanjutkan pendidikan di SMA Negeri, SMK, maupun swasta. SMA Negeri
terfavorit pun tak luput dari mereka. Memang akan selalu ada anak-anak
berprestasi yang terhalang oleh kondisi ekonomi. Sangat disayangkan, jika
anak-anak dengan otak cemerlang ini harus menghentikan usaha meraih cita-cita
mereka. Maka, tugas negara lah sebagai pengayom masyarakat untuk sekuat tenaga
mengembalikan asa tersebut. Karena pada akhirnya, anak-anak terdidik inilah
yang nantinya akan mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin generasi
selanjutnya.
No comments:
Post a Comment