![]() |
Fatlakah dengan sampah-sampah yang nantinya akan di daur ulang dan bisa dijual kembali. |
Seseorang yang berhati besar dan mau menjadi agen perubahan memang tak mudah untuk ditemukan. Namun, siapa sangka, sosok seperti ini ternyata bisa kita temui di sebuah rumah mungil di dalam gang yang tak kalah kecilnya di daerah Rungkut Lor, Surabaya.
Fatlakah, namanya. Perempuan berumur 43 tahun ini merupakan sosok yang berjasa sangat besar bagi kampungnya, terutama di bidang lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ia adalah sosok yang berani menantang ketidakmungkinan dan mewujudkan perubahan. Tentu apa yang dilakukan oleh Fatlakah ini bukanlah hal yang mudah. Tidak sedikit orang yang mencemooh dan meragukan dirinya. Apalagi, kegiatan yang ia lakukan melibatkan benda yang paling tidak disukai dan dihindari oleh masyarakat, yakni sampah.
Sejak tahun 2005, Fatlakah telah menjadi kader lingkungan Surabaya, dan ditunjuk sebagai kader pekerja sosial masyarakat (PSM) di tahun 2007. Memiliki jiwa sosial yang tinggi diikuti dengan kemampuan dan kreatifitas membuat Fatlakah semakin mudah untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai kader.
“Saya dari kecil memang suka kreatifitas. Ya Tuhan itu maha adil ya, ketika saya menjadi single parent dan hanya lulusan SMP, saya bisa bisa mencari rezeki dengan ilmu keterampilan yang diberikan oleh Tuhan. Ya itu tadi kalau kita punya niat, punya ilmu, materi pasti mengikuti,” tutur ibu dua anak ini.
Ia mengaku bahwa hasil dari kerajinan daur ulangnya ini memang sangat membantu kehidupannya dari segi finansial. Namun, tujuan utama ia berkiprah di jalan ini bukan sekadar materi, tetapi ia ingin menjadi agen perubahan di masyarakat.
“Dari awal saya niatkan untuk penghasilan dari daur ulang sampah ini disisihkan untuk kas RT. Dibantu sama warga juga, jadi kalo ada fee transport misalnya, disisihkan untuk kas kampung. Jadi untuk memberdayakan warga juga, selain lingkungan. Paling bangga itu ya kalau kita berhasil menjadi juara sekaligus bermanfaat,” jelas perempuan yang juga seorang Bunda PAUD ini.
Berbagai kerajinan dari sampah telah ia buat, mulai dari tas, sandal, tempat tisu, dompet, hingga pakaian. Ia sering mendapatkan pesanan untuk hasil kerajinannya tersebut. Apalagi di bulan Juni ini, banyak acara bertemakan lingkungan seperti Merdeka Dari Sampah dan Surabaya Green and Clean. Ia juga pernah mendapat pesanan dari luar pulau seperti Kalimantan, misalnya. Dari seluruh kerajinan yang pernah ia buat, yang paling menantang menurutnya adalah pembuatan rok dari plastik atau botol bekas.
“Karena dia perlu waktu paling banyak ya. Biasanya orang2 minta model2 seperti bulu merak, itu susah. Ngecatnya butuh waktu lama,” tuturnya.
Walau hasil kerajinannya bisa dibeli, Fatlakah lebih suka bila ia mengajari masyarakat untuk membuat kerajinan sendiri.
“Saya lebih suka jadi narasumber daripada mereka beli. Kalau ada pendampingan gitu kan ada niat untuk mengembangkan lagi ilmunya. Jadi ketika saya mendampingi suatu wilayah, saya harap tahun depan saya sudah tidak mendampingi lagi disitu, tapi yang saya dampingi itu bisa menularkan ke yang lain, itu yang membuat saya bangga,” katanya sambil tersenyum.
Di kampungnya, perempuan berkerudung ini berhasil melakukan gebrakan baru. Beberapa diantaranya adalah koperasi bank sampah, Urban Farming, dan kompos Takakura.
“Kalau koperasi bank sampah, orang-orang bisa pinjam uang dengan membayarkan pakai sampah. Kita kelompokkan dulu awalnya, jadi setiap warga dikoordinasi untuk mengumpulkan sampah. Modalnya dari itu dulu. Siapapun boleh mengumpulkan sampah. Nah kalau sudah selesai satu tahun, nanti hasil dari bank sampah itu dibagikan,” jelas perempuan yang akrab disapa Laka ini.
Hasil dari bank sampah itu ternyata berdampak sangat positif terhadap masyarakat di kampungnya. Dari segi sosial, mereka menjadi lebih guyub, lebih peka dan lebih peduli terhadap lingkungan. Sedangkan dari segi ekonomi, mereka bisa mendapat penghasilan tambahan hingga satu juta rupiah, tergantung rajin tidaknya mereka mengumpulkan sampah. Ini juga yang akhirnya mengantarkan Rungkut Lor RT 3 RW 14 Kelurahan Kalirungkut memenangkan berbagai penghargaan bergengsi di Surabaya, salah satunya adalah Surabaya Green and Clean.
“Nggak hanya itu, dengan adanya bank sampah, masyarakat bisa membayar sekolah misalnya, juga membayar pengobatan dengan meminjam dari koperasi ini,” tuturnya.
Selain bank sampah, ia juga berhasil menerapkan Urban Farming, yakni penanaman tumbuhan untuk dikonsumsi yang bisa dilakukan di lahan sempit. Ia bersama dengan para tetangganya menanam mulai dari berbagai macam sayuran, cincau, hingga tanaman toga yang berfungsi sebagai obat tradisional.
“Intinya saya mengupayakan warga itu daripada beli, ayo nanam sendiri. Awalnya susah ngajak warga, tapi setelah kita memberikan contoh mereka pasti mengikuti. Ya intinya tut wuri handayani,” jelasnya.
Kemudian, ia juga mencetuskan ide bagaimana agar sampah hasil rumah tangga bisa memiliki nilai guna yang lebih tinggi. Caranya adalah dengan mengubah sampah menjadi pupuk kompos dengan model Takakura. Keranjang Takakura adalah metode pengolahan sampah organik yang bisa dilakukan di rumah. Keranjang ini terbuat dari plastik dan berlubang yang berfungsi untuk pembusukan aerob dan sirkulasi udara. Keunggulan dari pupuk organik ini adalah ia tidak berbau, berbeda dengan pupuk kompos yang dihasilkan dari kotoran hewan. Pupuk ini bisa bertahan selama satu tahun.
“Tujuannya agar warga punya inisiatif sendiri untuk mengolah sampah hasil rumah tangga mereka. Karena sumber sampah itu sendiri kan dari rumah, dari kita. Sampah hasil belanja, makan, dan lain-lain. Nah itu kira harus bertanggungjawab, dari sampah-sampah ini kita harus bisa menghasilkan sesuatu, harus bisa mengolah. Kita bisa memberdayakan warga untuk lebih cinta lingkungan,” terangnya.
Untuk membawa sebuah perubahan ternyata tidak memerlukan harta, atau mungkin pendidikan yang tinggi. Dengan adanya usaha dan niat untuk menjadi yang lebih baik, maka kita bisa melakukan suatu perubahan, seperti yang dilakukan oleh Fatlakah. Dimulai dari diri kita sendiri, dan lingkungan dimana kita berada.
No comments:
Post a Comment